Sama halnya dengan basmallah, para penulis kitab, meletakan hamdallah selalu setelah basmallah. Hal ini berdasarkan alasan yang hampir sama dengan alasan diawalinya sebuah kitab dengan basmallah, yakni mengikuti Al Quran yang agung serta mengamalkan hadits Rasul yang menyatakan bahwa setiap pekerjaan yang bagus namun tidak diawali dengan hamdallah, maka pekerjaan itu kurang berkah.
Kalau sahabat membaca postingan kemarin tentang harus diawalinya sebuah tulisan dengan basmallah, maka sepertinya ada 2 keterangan yang memerintahkan hal yang sama. Pada bab basmallah, kita harus mengawali tulisan dengan basmallah. Sekarang pada bab hamdallah, juga harus diawali dengan hamdallah. Ya...gak usah panik dan bingung, kedua keterangan tersebut memang benar adanya.
Para ulama membagi istilah permulaan/pembukaan/iftitah dengan 2 macam iftitah/permulaan, yaitu iftitah haqiqi dan iftitah idlofi. Dalam hal ini basmallah termasuk dalam kategori iftitah haqiqi sedangkan hamdallah termasuk dalam jenis iftitah idlofi. Sesuai dengan namanya, iftitah idlofi adalah “pembukaan yang disandarkan”, jadi jelas bahwa hamdallah yang termasuk kategori iftitah idlofi karena penempatannya disandarkan setelah basmallah. Kiranya untuk masalah ini tidak perlu diperdebatkan lagi, karena bukan hal yang sangat penting untuk dijadikan tema perdebatan, yang penting dalam prakteknya adalah segala sesuatu pekerjaan yang baik mestinya diawali dengan basmallah dan hamdallah.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa menulis hamdallah bukan hanya ketika akan menulis sebuah kitab saja, melainkan bagi siapa pun yang akan mempelajari sebuah kitab/mengkaji kitab, baik itu kitab hadits, fiqih dan lain sebagainya, hendaklah diawali juga dengan hamdallah disamping basmallah.
Tentang lafadz hamdallah, ada 3 versi yang Saya temukan dalam mengucapkannya, yaitu :
الحمد لله رب العالمين
الحمد لله حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده
الحمد لله بجميع محامده كلها ما علمت منها وما لم اعلم
Kita bebas memilih mengucapkan redaksi yang mana saja.
Tag :
Hamdallah