Cara Hitung Zakat Penghasilan


Bagaimana cara hitung zakat penghasilan ? Dalam ajaran Islam, ada berbagai jenis zakat. Salah satunya adalah zakat profesi. 

Zakat profesi ini dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesi tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimal zakat). Misalnya pejabat, pegawai, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, artis, dan sebagainya.

Mayoritas ulama dari empat mazhab tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat penerimaan kecuali telah mencapai nisab dan telah mencapai satu tahun (haul). 

Sedangkan ulama terbaru seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian majma' fiqh dan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003 menegaskan bahwa zakat penghasilan itu wajib.

Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu'awiyah), Tabiin (Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) serta pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqih lainnya.   

Tidak hanya itu, kewajiban zakat atas penghasilan juga didasarkan pada firman Allah SWT: “…ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS At-Taubah 9 :103) dan firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, infakanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik…” (QS. Al-Baqarah 2:267)

Juga berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah (SAW) bersabda: “Keluarkanlah oleh kalian semua zakat dari harta kalian,” dan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a. 

Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah hanya dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR Ahmad).

Cara Hitung Zakat Penghasilan

Jika para ulama mewajibkan umat Islam untuk membayar zakat pendapatan, bagaimana cara mengeluarkannya? Apakah diterbitkan atas dasar bruto atau atas dasar laba bersih? 

Dalam kitab Fiqh Zakat karya Yusuf Qaradlawi. bab tentang zakat profesi dan penghasilan, menjelaskan cara mengeluarkan zakat penghasilan. Jika kita mengklasifikasikan ada tiga wacana:

Pengeluaran broto, yaitu mengeluarkan zakat atas penghasilan bruto. Artinya, zakat atas penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas dalam setahun, dikeluarkan langsung 2,5% saat diterima sebelum dikurangi apapun. 

Jadi jika Anda mendapatkan gaji atau honorarium dan penghasilan lain dalam sebulan yang mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = Rp. 24 juta, artinya 2.5 dikeluarkan langsung dari 2 juta per bulan = Rp. 50 ribu atau dibayarkan pada akhir tahun = Rp. 600 ribu.

Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan 'Auza'i, beliau menjelaskan: “Jika seseorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum datang bulan wajib zakat, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat terlebih dahulu sebelum membelanjakannya” ( Ibn Abi Syaibah, Al-Mushannif, 30/4). 

cara hitung zakat penghasilan

Dan juga konfirmasi dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa potongan apapun, seperti zakat ternak, emas, perak, ma'dzan dan rikaz.

Pekerjaan operasional dipotong, yaitu setelah menerima gaji atau penghasilan honorarium yang mencapai nisab, maka dipotong terlebih dahulu dengan biaya operasional pekerjaan. 

Misalnya, seseorang yang mendapat gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transportasi dan konsumsi sehari-hari di tempat kerja sebesar Rp. 500 ribu, sisanya Rp. 1.500.000, maka dikeluarkan zakatnya 2,5 dari Rp. 1.500.000 = Rp. 37.500,-

Hal ini dianalogikan dengan zakat tanaman dan kurma dan sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan terlebih dahulu baru dikeluarkan zakat dari sisanya. 

Demikian pendapat Imam Atho' dan lainnya, dari zakat hasil bumi terdapat perbedaan persentase zakat antara yang diairi dengan hujan, yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.

Pengeluaran bersih atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik makanan, perumahan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk kebutuhan dirinya, keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. 

Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka zakatnya wajib, tetapi jika tidak mencapai nisab, maka tidak wajib zakat, karena dia bukan muzaki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) dan bahkan menjadi mustahik (orang yang berhak menerima zakat) karena ia telah miskin. dengan pendapatan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan pokok sehari-hari.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah bersabda: “…Dan yang terbaik adalah mengeluarkan zakat dari kebutuhan yang berlebihan…”

Kesimpulannya, seseorang yang memperoleh penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gram emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5%, dapat dikeluarkan setiap bulan atau pada akhir tahun. Zakat harus dikeluarkan dari pendapatan kotor sebelum dikurangi kebutuhan lainnya.

Ini lebih final (utama) karena Saya khawatir ada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya tetapi tidak diberi zakat, tentu akan mendapat azab Allah baik di dunia maupun di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat adalah ta'bbudi (takwa kepada Allah SWT) bukan hanya hak mustahik. 

Namun ada juga pendapat sebagian ulama yang membolehkan zakat sebelum dikeluarkan untuk dipotong dari biaya operasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.

Demikianlah beberapa hal yang terkait dengan nishab zakat penghasilan serta besarannya. Semoga dengan zakat harta menjadi bersih, berkembang, berkah, bermanfaat dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah SWT.




Back To Top