- Ma'mum tidak boleh mengetahui batal sholatnya imam yang disebabkan oleh hadats atau penyebab lainnya. Contoh kasus pertama, jika kita seorang ma'mum yang bermazhab syafi'i, ingin shalat berjamaah dengan seorang imam yang bermazhab hanafi, maka kita tidak sah shalat berjamaah dengan dia. Mengapa demikian ? Dalam fiqih Imam Syafi'i bahwa salah satu hal yang membatalkan wudlu adalah menyentuh kemaluan, sedangkan dalam fiqih Imam Hanafi hal demikian tidak membatalkan wudlu. Maka karena perbedaan prinsip fiqih inilah yang membuat shalat berjamaah kaum syafi'iyyah pada kondisi tersebut (dan dengan yakin melihat hal yang membatalkan tersebut) tidak sah mengimami kaum hanafiyah, tapi tidak berlaku sebaliknya. Contoh kasus kedua adalah, ketika ada 2 ember, yang satu berisi air suci yang satunya lagi berisi air tapi mutanajis. Kemudian ada 2 orang yang berwudu dengan 2 ember tersebut. Maka dua orang tersebut tidak boleh berjama'ah, karena keduanya punya keyakinan yang berbeda, masing-masing berkeyakinan bahwa ember yang dipakai temannya adalah air mutanajis. Begitu juga jika embernya berjumlah 3 buah. Yang 2 ember berisi air suci yang satunya mutanajis. Mereka yang berkeyakinan berimam kepada yang menggunakan air suci, maka sah sholatnya, dan yang lainnya tidak sah menurut dia. Sebaliknya jika ma'mumnya yakin menggunakan air suci dan imam menggunakan air mutanajis, maka dia tidak boleh berjamaah dengan dia. Contoh kasus ketiga, jika mendengar suara kentut salah seorang dari 2 orang yang hadir dan kita tidak tahu asal muasal kentut tersebut. Maka kedua orang tersebut tidak boleh berjamaah. Contoh kasus keempat, ketika sedang berimam kepada imam Hanafiyah, jika kita yakin imam kita tidak membaca basmallahnya fatihah, maka berjamaahnya tidak sah.
- Ma'mum tidak boleh mengitikadkan bahwa shalat berjamaahnya dengan seorang imam tertentu harus atau wajib diulang kembali. Kalau ada itikad seperti itu, maka ma'mum yang demikian tidak sah berjamaahnya. Contoh kasus jika imam kita melakukan tayamum bukan karena tidak ada air tetapi alasan musim dingin yang teramat sangat dan tak mau berwudlu dengan air. Dalam fiqih, bersucinya orang yang seperti ini adalah bersuci darurat dalam arti diperbolehkan namun shalatnya yang memakai tayamum tadi harus diulang ketika keadaan sudah normal kembali. Nah jika orang tersebut menjadi imam, maka kita ma'mum tidak sah berjamaah dengan dia, karena shalat dia harus diulangi lagi di kemudian hari.
- Jangan mengimami ma'mum. Contoh kasus, jika kita datang ke mesjid dan terlihat 2 orang berdekatan sejajar sedang shalat dengan gerakan yang sama. Sebut saja si A dan B. Kita bermaksud mau mengimami salah satunya, sebut saja si B. Namun ternyata melihat perkembangannya malah si B sedang shalat berjamah mengikuti si A. Dengan demikian si B adalah ma'mum si A. Sedangkan kita mengimami si B, nah contoh inilah yang Saya maksud jangan mengimami si ma'mum. Kalau ada kejadian seperti ini, maka tida sah shalat kita.
- Imamnya tidak boleh ummi tapi harus qori, artinya bacaan shalatnya harus yang terbaik dari antara jemaah lainnya.
- Posisi Imam harus terdepan dari ma'mum, jangan sampai ada posisi imam di belakang ma'mum.
- Harus mengetahui gerakan shalat imam, baik dengan mendengar suaranya ataupun melihat gerakan ma'mum lain di depan kita.
- Imam dan ma'mum berada dalam satu mesjid atau satu tempat
- Harus niat berjamaah
- Bentuk shalat imam harus sama dengan bentuk shalat ma'mum. Contoh yang tidak sama adalah imam shalat jenazah, ma'mum shalat fardu biasa. Jika terjadi, maka tidak sah shalat ma'mum tersebut karena bentuk shalatnya berbeda mengingat dalam shalat jenazah tidak ada ruku.
- Tidak boleh berbeda gerakan dengan imam dalam masalah sunat yang sekiranya dianggap berat, seperti tidak mengikuti imam melakukan sujud tilawah.
- Mendahulukan takbiratul ihram imam, artinya ma'mum jangan memulai takbiratul ihram sebelum imam takbiratul ihram.
Tag :
Fiqih Shalat