Ada 5 perkara yang mewajibkan puasa Ramadhan, yakni :
Adapun berita dari golongan orang-orang yang melakukan puasa berdasarkan telah terbitnya bintang tertentu, maka hal tersebut tidak boleh diikuti, dan keputusan tersebut hanya wajib dilakukan bagi golongan dia sendiri.
Hal ini juga berlaku dalam menentukan waktu sholat atau bulan haji. Intinya, kita harus konsekuen dengan pendapat yang diyakini, jika kita mulai melakukan puasa berdasarkan melihat hilal, maka dalam menentukan jatuhnya hari terakhir puasa, harus berdasarkan hilal juga, tidak boleh mengikuti hisab, begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya baca : Syarat wajib puasa Ramadhan
- Sempurnanya bulan Sya’ban selama 30 hari. Kewajiban puasa Ramadhan ini diperintahkan berdasarkan Al Quran surat Al Baqarah 183 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Begitu juga dalam surat Al Baqarah 185 : "Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” Wajib menyempurnakan bulan Sya'ban selama 30 hari jika tidak melihat hilal karena berbagai alasan tertentu misalnya karena langit tertutup awan.
- Melihat hilal bulan Ramadhan pada malam hari sesudah terbenamnya matahari. Hal ini berlaku bagi individu yang merasa melihat hilal, walaupun dia sendiri mempunyai sifat fasiq atau kurang adil. Barang siapa yang merasa melihat hilal, maka segeralah dia meyakini penglihatannya dan menetapkan diri bahwa bulan Ramadhan telah tiba. Ketetapan ini hanya untuk dirinya sendiri dan orang yang secara pribadi mengikutinya. Apabila mau dipublikasikan secara umum maka harus bersaksi di depan pemerintah dan ada 2 orang saksi. Adapun contoh kalimat kesaksianya adalah : "Saya bersaksi bahwa Saya telah melihat hilal". Yang dimaksud 2 saksi tersebut adalah 2 orang yang mempunyai sikap adil dan percaya akan kesaksian orang yang melihat hilal tersebut.
- Meyakini seseorang yang melihat bulan. Hal ini berlaku bagi mereka yang tidak melihat bulan, lalu diyakini dan diikuti namun dengan syarat bahwa orang tersebut adil dalam kesaksiaanya dalam melihat bulan, tidak fasik dan harus laki-laki. Tidak disyaratkan harus adil dalam ucapannya ataupun harus adil hatinya. Dalil tentang ini adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud r.a dan dishahihkan oleh Ibnu Hiban : Ibnu Umar berkata “Aku memberi kabar kepada Rosululloh bahwa sesungguhnya aku bersaksi telah melihat hilal. Lalu beliau puasa dan memerintahkan kaumnya untuk berpuasa”.
- Adanya ketetapan dari pemerintah bahwa Ramadhan telah tiba berdasarkan kesaksian orang yang telah melihat hilal disertai sumpah di depan 2 saksi adil seperti yang telah Saya utarakan pada nomor 2. Jika pemerintah telah menetapkan tibanya Ramadhan, maka wajib bagi muslim seluruhnya ditempat dimana ada orang yang bersaksi melihat hilal, segera menjalankan puasa. Timbul pertanyaan, bagaimana kalau yang melihat hilal tersebut non muslim ? Selama dia masuk kategori adil, tidak fasiq dan laki-laki serta pandangannya tak terbantahkan karena punya alasan yang kuat semisal ilmuwan asing yang melihat hilal dengan menggunakan alat tercanggih, maka hal itu harus diikuti karena ilmu yang dipakai adalah ilmu dhoruri.
- Berdasarkan sangkaan telah masuknya bulan Ramadhan melalui ijtihad/dugaan. Contoh kasus terhadap orang-orang yang hidup di hutan belantara atau penjara pengasingan.
Hal ini juga berlaku dalam menentukan waktu sholat atau bulan haji. Intinya, kita harus konsekuen dengan pendapat yang diyakini, jika kita mulai melakukan puasa berdasarkan melihat hilal, maka dalam menentukan jatuhnya hari terakhir puasa, harus berdasarkan hilal juga, tidak boleh mengikuti hisab, begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya baca : Syarat wajib puasa Ramadhan
Tag :
Puasa Ramadhan